Pagi yang biasa

Matahari sembunyi-sembunyi muncul dibalik tirai. ia perlahan masuk dan sinarnya memenuhi ruangan penuh dengan beberapa perabot khusus seperti lemari baju, meja nakas, dan tempat tidur. Menusuk-nusuk kelopak mata seseorang yang tengah terlelap pulas dibalik selimut yang lama-lama menjadi tidak nyaman. Memaksa alam bawah sadarnya untuk akhirnya membuka dua kelopak mata.

Mengerjapkannya berkali-kali sebelum akhirnya matanya terbiasa dengan paparan sinar, perempuan itu kemudian menyingkap selimut yang melilit tubuhnya. Ia duduk di pinggir kasur sembari merapikan rambutnya. Rambut panjang hitam yang selalu berubah menjadi super kusut setiap kali ia bangun dari tidur.  Perempuan itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, meregangkan badan yang terasa kaku sehabis diam selama delapan jam penuh. Setelahnya ia beranjak ke kamar mandi dan bersiap.

Hari ini bukanlah hari yang spesial, ia tidak memiliki jadwal sama sekali dan mungkin tidak ada yang mengajaknya untuk bertemu hari ini. Perempuan itu mengambil ponselnya yang tergeletak diam di atas meja kerja. Bergerak langsung ke area dapur untuk mengambil beberapa potong roti dan selai stoberi favoritnya. Ia memasukkan roti tersebut ke dalam mesin pemanggang kemudian menyetelnya. Kembali membawa tubuhnya ke hadapan lemari pendingin untuk mengambil jus jeruk kotakan lalu menuangkan di gelas bening yang telah diambil sebelumnya. Semua kegiatan tersebut ia lakukan dengan sangat mulus sembari mengecek beberapa aplikasi yang ada di ponselnya.

“hm, tidak ada yang menarik.” perempuan itu meneguk jus jeruk dari gelas. Belum sempat ia menaruh kotak jus kembali ke dalam lemari pendingin, mesin pemanggang otomatis berbunyi membuatnya buru-buru mengambil piring dan menaruh potongan roti tersebut. Pelan-pelan ia oleskan selai stoberi di salah satu sisi roti lalu menyantapnya selagi masih panas.

Perempuan itu menghabiskan pagi yang lumayan cerah dengan menyantap habis sarapan yang ia buat sendiri sambil terus menerus mengecek ponselnya. Matanya tak pernah lepas dari layar bersamaan dengan jemarinya yang kerap menyentuh dan menggesernya. Belum sepeunuhnya habis, ia melihat sebuah poster perayaan yang akan diselenggarakan hari ini. Perempuan itu mengetuk pelan layar ponselnya untuk melihat poster lebih jelas, sudut bibirnya tertarik. “sepertinya ini menarik.” ucapnya.

Buru-buru ia menghabiskan sisa potongan roti. Ia lalu menaruh piring dan gelas kosong di atas wadah cuci piring sebelum akhirnya membereskan meja dapur, kembali menaruh barang-barang yang ia ambil ke tempat semula.

Perempuan itu membawa tubuhnya kembali ke kamar, membuka tirai dan jendela yang sempat ia lupakan lantas berjalan ke depan lemari baju. Bunyi suara kriek nyaring terdengar di penjuru ruangan seraya ia membuka daun pintu lemari tersebut. Jari jemarinya bergerak menyentuh baju-baju yang tertata rapi. Ia mengambil celana denim dengan model yang sobek di bagian lutut dan kaus putih berlengan pendek yang jatuh kebesaran di tubuhnya.

Sebelum benar-benar pergi, ia menyapukan bedak dan lipstik merah yang selalu menjadi andalan untuk menutupi bibir pucatnya. Ia mengambil tas kecil berisikan dompet dan ponsel berwarna putih dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Sepatu converse hitam menjadi pilihan ketika ia akan berjalan santai, sepertinya perayaan yang akan ia datangi bukanlah acara resmi. Setelah mengikat tali sepatunya dan memastikan ikatannya cukup kencang, perempuan itu membuka pintu rumah lalu menghilang dibaliknya. Terdengar suara gemericik kunci dan bunyi klik beriringan dengan langkah kaki menandakan kalau perempuan itu benar-benar pergi.

DI hari yang cerah seperti ini memang saat yang tepat untuknya keluar, ini pun saat yang tepat bagiku.

Leave a comment