Dua gelas kopi [BEAS 1]

Lagu Sesuatu di Jogja milik Adhitia Sofyan mengalun pelan dari pengeras suara milik kafe yang tengah dikunjungi. Anna, perempuan yang kini sibuk mengutak-atik kamera miliknya setelah berjam-jam menghabiskan siangnya di luar mengambil potret lanskap, menganggukkan kepalanya dan sesekali bernyanyi mengikuti lirik lagu tersebut. Laki-laki di hadapannya, Ares menatap perempuan itu dengan wajah teduh.

“Ngapain sih?” tanya Ares, gemas sekaligus penasaran dengan apa yang tengah Anna lakukan. Masalahnya, sudah lebih dari lima belas menit Anna berkutat dengan kamera di tangannya.

“Lihat hasil foto tadi, sekaligus hapusin yang blur.” Ucap Anna.

“Kok bisa blur sih? Bukannya lo jago motret?” tanya Ares, sedikit bingung, banyak penasarannya.

Continue reading “Dua gelas kopi [BEAS 1]”

Pagi yang biasa

Matahari sembunyi-sembunyi muncul dibalik tirai. ia perlahan masuk dan sinarnya memenuhi ruangan penuh dengan beberapa perabot khusus seperti lemari baju, meja nakas, dan tempat tidur. Menusuk-nusuk kelopak mata seseorang yang tengah terlelap pulas dibalik selimut yang lama-lama menjadi tidak nyaman. Memaksa alam bawah sadarnya untuk akhirnya membuka dua kelopak mata.

Mengerjapkannya berkali-kali sebelum akhirnya matanya terbiasa dengan paparan sinar, perempuan itu kemudian menyingkap selimut yang melilit tubuhnya. Ia duduk di pinggir kasur sembari merapikan rambutnya. Rambut panjang hitam yang selalu berubah menjadi super kusut setiap kali ia bangun dari tidur.  Perempuan itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, meregangkan badan yang terasa kaku sehabis diam selama delapan jam penuh. Setelahnya ia beranjak ke kamar mandi dan bersiap.

Hari ini bukanlah hari yang spesial, ia tidak memiliki jadwal sama sekali dan mungkin tidak ada yang mengajaknya untuk bertemu hari ini. Perempuan itu mengambil ponselnya yang tergeletak diam di atas meja kerja. Bergerak langsung ke area dapur untuk mengambil beberapa potong roti dan selai stoberi favoritnya. Ia memasukkan roti tersebut ke dalam mesin pemanggang kemudian menyetelnya. Kembali membawa tubuhnya ke hadapan lemari pendingin untuk mengambil jus jeruk kotakan lalu menuangkan di gelas bening yang telah diambil sebelumnya. Semua kegiatan tersebut ia lakukan dengan sangat mulus sembari mengecek beberapa aplikasi yang ada di ponselnya.

“hm, tidak ada yang menarik.” perempuan itu meneguk jus jeruk dari gelas. Belum sempat ia menaruh kotak jus kembali ke dalam lemari pendingin, mesin pemanggang otomatis berbunyi membuatnya buru-buru mengambil piring dan menaruh potongan roti tersebut. Pelan-pelan ia oleskan selai stoberi di salah satu sisi roti lalu menyantapnya selagi masih panas.

Perempuan itu menghabiskan pagi yang lumayan cerah dengan menyantap habis sarapan yang ia buat sendiri sambil terus menerus mengecek ponselnya. Matanya tak pernah lepas dari layar bersamaan dengan jemarinya yang kerap menyentuh dan menggesernya. Belum sepeunuhnya habis, ia melihat sebuah poster perayaan yang akan diselenggarakan hari ini. Perempuan itu mengetuk pelan layar ponselnya untuk melihat poster lebih jelas, sudut bibirnya tertarik. “sepertinya ini menarik.” ucapnya.

Buru-buru ia menghabiskan sisa potongan roti. Ia lalu menaruh piring dan gelas kosong di atas wadah cuci piring sebelum akhirnya membereskan meja dapur, kembali menaruh barang-barang yang ia ambil ke tempat semula.

Perempuan itu membawa tubuhnya kembali ke kamar, membuka tirai dan jendela yang sempat ia lupakan lantas berjalan ke depan lemari baju. Bunyi suara kriek nyaring terdengar di penjuru ruangan seraya ia membuka daun pintu lemari tersebut. Jari jemarinya bergerak menyentuh baju-baju yang tertata rapi. Ia mengambil celana denim dengan model yang sobek di bagian lutut dan kaus putih berlengan pendek yang jatuh kebesaran di tubuhnya.

Sebelum benar-benar pergi, ia menyapukan bedak dan lipstik merah yang selalu menjadi andalan untuk menutupi bibir pucatnya. Ia mengambil tas kecil berisikan dompet dan ponsel berwarna putih dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Sepatu converse hitam menjadi pilihan ketika ia akan berjalan santai, sepertinya perayaan yang akan ia datangi bukanlah acara resmi. Setelah mengikat tali sepatunya dan memastikan ikatannya cukup kencang, perempuan itu membuka pintu rumah lalu menghilang dibaliknya. Terdengar suara gemericik kunci dan bunyi klik beriringan dengan langkah kaki menandakan kalau perempuan itu benar-benar pergi.

DI hari yang cerah seperti ini memang saat yang tepat untuknya keluar, ini pun saat yang tepat bagiku.

Campus Couple: Stay

May melihat ke arah ponselnya lagi.

Ia membuka last conversation-nya dengan Jei. Sudah lebih dari tiga minggu Jei tidak membalas pesannya, membacanya pun tidak. May menghela napas untuk yang kesekian kalinya.

‘Aku sibuk, maaf.’

Kira-kira begitulah pesan terakhir yang dikirimkan oleh Jei, tepatnya 27 hari yang lalu. Pada awalnya May merasa baik-baik saja, toh ia pun sering mengabaikan pesan Jei. Mereka memang jarang saling mengirim pesan, apalagi kalau salah satu dari mereka sibuk–meskipun lebih sering mereka sama-sama sibuk.

Tapi kemudian May menjadi kesal. Sekitar tiga hari yang lalu ia tengah berdiri di depan ruang dosen untuk mengumpulkan paper kemudian tanpa sengaja mendengar pembicaraan adik tingkatnya yang dengan senonoh mengobrol dengan suara kencang di belakangnya.

‘Kau melihatnya? Senior Jei memakai pakaian rapi seperti itu benar-benar tampan.’ Continue reading “Campus Couple: Stay”

Campus Couple: End of The Day

Ini telah menjadi hari yang panjang.

May melangkahkan kakinya keluar dari gedung kampus. Matahari tengah menghilang meninggalkan semburat jingga keunguan di langit yang perlahan-lahan menjadi sepenuhnya hitam.

May melangkahkan kakiknya tanpa semangat. Semangatnya telah hilang atau mungkin habis diserap oleh segala kebodohan dan kejadian buruk yang dilaluinya hari ini. Ia berjalan melewati halte bus, tidak berniat untuk naik bus kali ini.

Continue reading “Campus Couple: End of The Day”