Refrain: Outro

ㅡ Outro

Pada akhirnya,

Hujan yang semula deras akan perlahan reda

Angin yang sempat berhembus akan mengucap jumpa

Dan kepala yang diselimuti kegelapan kini menunjukkan setitik cahaya

Bersabarlah,

Semauanya akan baik-baik saja

Pada akhirnya.

Setelah beberapa kali mendengarkan penjelasan dokter Sani, Rai perlahan mulai menemukan kembali rasa percaya pada orang lain. Entah karena dokter Sani yang cukup profesional atau karena memang sifat dasar yang dimiliki oleh perempuan paruh baya tersebut, intinya, Rai kini bisa kembali berinteraksi dengan orang lagi.

Perlahan-lahan memorinya mulai kembali berfungsi, layaknya pita kaset kusut yang berhasil dibenarkan dan digulung rapi. Kini kaset tersebut sudah kembali masuk ke dalam tape dan bisa kembali diputar. Mulai dari perawat yang memang ditugaskan untuk selalu datang ke ruangan Rai. Entah sekedar untuk mengecek keadaan Rai atau memberikan obat. Juga petugas rumah sakit yang rajin datang untuk memberi makan tepat waktu, atau petugas kebersihan yang kerap mengganti selimut maupun sprei ranjang milik Rai. Semuanya, semuanya terekam dengan baik sampai akhirnya Rai dapat melakukan percakapan seperti biasanya dengan orang-orang tersebut.

Continue reading “Refrain: Outro”

Refrain: Last Chorus

ㅡ Last Chorus

Bahkan Dokter Sani cukup terkejut melihat eskpresi serta bahasa tubuh yang dikeluarkan oleh Rai. Perempuan yang lebih muda terlihat jelas seperti sedang menunggu kehadirannya. Alih-alih bertanya, perempuan paruh baya tersebut melemparkan senyum, kemudian dibalas dengan ekspresi yang sama oleh Rai. Bersamaan dengan tubuhnya yang duduk di kursi seberang tempat tidur milik Rai, Dokter Sani lantas mengajukan pertanyaan yang sama seperti sesi sebelumnya, “Gimana kabarnya Rai hari ini?”

Bukan menjawab pertanyaan yang diutarakan lawan bicaranya, Rai malah balik bertanya, “saya semalem mimpi aneh, dok. Dokter mau dengar cerita mimpi saya nggak?”

“boleh, kalau Rai nggak keberatan.”

Continue reading “Refrain: Last Chorus”

Refrain: Bridge

ㅡ Bridge

Kali ini Rai tahu kalau ia tengah bermimpi sejak pertama kali ia membuka matanya dalam latar bunga tidur yang ia ciptakan. Atau mungkin sejak ia menapakkan kakinya pada satu permukaan keras nan lembab karena tahu-tahu Rai kini tengah berada dalam terowongan panjang nan gelap. Rai yang pada awalnya hanya melangkah kini membawa tungkainya berjalan lebih cepat dengan langkah yang lebih lebar dari biasanya. Ia berlari dan terus belari, entah karena apa, entah menghindari apa, yang pasti sekarang ia mengharapkan kalau di ujung sana akan ada setitik cahaya yang dapat membuatnya keluar dari kegelapan tak berujung ini.

Benar saja.

Dari kejauhan Rai dapat melihat cahaya yang semula berukuran kecil lantas lama-kelamaan membesar sering dengan laju tungkai yang Rai bawa. Namun alih-alih kebebasan yang ia damba-dambakan, Rai malah mendapati dirinya masuk ke dalam ruangan yang terlampau familiar.

Continue reading “Refrain: Bridge”

Dua gelas kopi [BEAS 1]

Lagu Sesuatu di Jogja milik Adhitia Sofyan mengalun pelan dari pengeras suara milik kafe yang tengah dikunjungi. Anna, perempuan yang kini sibuk mengutak-atik kamera miliknya setelah berjam-jam menghabiskan siangnya di luar mengambil potret lanskap, menganggukkan kepalanya dan sesekali bernyanyi mengikuti lirik lagu tersebut. Laki-laki di hadapannya, Ares menatap perempuan itu dengan wajah teduh.

“Ngapain sih?” tanya Ares, gemas sekaligus penasaran dengan apa yang tengah Anna lakukan. Masalahnya, sudah lebih dari lima belas menit Anna berkutat dengan kamera di tangannya.

“Lihat hasil foto tadi, sekaligus hapusin yang blur.” Ucap Anna.

“Kok bisa blur sih? Bukannya lo jago motret?” tanya Ares, sedikit bingung, banyak penasarannya.

Continue reading “Dua gelas kopi [BEAS 1]”

Bulir Embun Part 5

Entah memang di luar sana hujan atau karena jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. Anna baru menyadari bahwa ada bulir-bulir embun yang menempel di kaca jendela dekat kursi penumpangnya. Bulir yang perlahan turun satu persatu terbawa oleh angin akibat pergerakan kereta yang lumayan cepat. Anna fokus memperhatkan bagaimana bulir tersebut jatuh satu persatu, matanya menangkap bagaimana bulir-bulir tersebut bergerak turun membentuk garis air lalu bertemu satu sama lain, menjadi besar lalu jatuh dan hilang. Terkadang bulir tersebut langsung turun membentuk garis air begitu saja tanpa menyatu dengan yang lain lalu menghilang.

Lalu menghilang.

Sepertinya menghilang seru, pikir Anna. Tapi nalar di kepalanya membantah, jangan bepikir yang macam-macam, selesaikan dulu urusanmu. Mau tak mau Anna ikut setuju dengan pikirannya sendiri. Selesaikan dulu urusanku, katanya.

Continue reading “Bulir Embun Part 5”